Ganti Rugi Bikin Sengsara, ‎Ratusan Warga ‘Duduki’ DPRD

GERUDUK: Ratusan warga RW 05 Telaga Asih, Kecamatan Cikarang Barat, duduki gedung DPRD Kabupaten Bekasi, Rabu (27/12).

CIKARANG PUSAT‎ – Ratusan warga RW 05 Kelurahan Telaga Asih, Kecamatan Cikarang Barat, menduduki Gedung Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Bekasi, Rabu (27/12). Tujuannya, mempertanyakan skema penerapan harga ganti rugi tanah yang digunakan untuk pembangunan tol Cibitung – Cilincing yang melintasi wilayahnya.

“Kami menolak semua pekerjaan pembangunan kontruksi tol Cibitung – Cilincing, sampai tuntutan ganti rugi terpenuhi dan pembayaran selesai,” ujar Ketua Tim 9 Warga Telaga Asih, Alex Santoso saat audiensi bersama DPRD dan BPN Kabupaten Bekasi.

Menurutnya, harga yang ditetapkan oleh tim apprasial dari Kantor Jasa Penilai Publik (KJPP) terlalu rendah. Bahkan, terdapat ketimpangan harga antara satu rumah dengan rumah yang lain, padahal saling bertetangga. “Kami kemari menanyakan dasar penilaian itu seperti apa. Ada rumah makan padang yang tanahnya ditetapkan harganya 8 juta per meter. Sedangkan rumah yang di sampingnya, bersebelahan, bahkan satu tembok itu dihargai cuma 1,7 juta per meter. Ini ngitungnya bagaimana,” kata dia.‎

Hadir dalam audiensi tersebut, Ketua DPRD Kabupaten Bekasi, Sunandar. Anggota DPRD Kabupaten Bekasi, Nyumarno dan Uryan, serta Kepala Kantor Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Bekasi Deni Santo. Pada pertemuan itu, mayoritas pertanyaan warga ditujukan pada BPN. Warga menyayangkan sikap BPN yang tidak pro aktif mengakomodir persoalan harga ganti rugi tanah mereka.‎

“Yang kami tanyakan soal harga tanah kenapa bisa saling berbeda. Pertanyaan ini tidak pernah dijawab, ditanggapi dengan tuntas,” tuturnya.‎

Warga Telaga Asih lainnya, Iswanti menambahkan, warga tidak pernah diberitahu perihal penetapan nominal ganti rugi pembangunan tol Cibitung – Cilincing yang bakal melintasi pemukiman mereka. Warga baru dilibatkan saat diundang dalam pertemuan pembayaran ganti rugi.

“Dari awal kami tidak dilibatkan, padahal ini tanah kami, tanah kelahiran kami. Kami tidak mempersoalkan pembangunan, kami mendukung itu. Tapi caranya tidak seperti ini. Kami tidak diberitahu kapan penetapan lokasinya, kapan tim apprasial mulai menghitung lahan kami. Tiba-tiba undangan datang, kami dikumpulkan kemudian dikasih amplop besaran jumlah uang ganti rugi. Itu perhitungannya dari mana,” ucap dia.

Bahkan, saat pembagian uang ganti rugi, warga tidak boleh membuka isi amplop. Isi amplop baru boleh dibuka di rumah. “Warga ditekan agar menerima, kalau tidak nanti urusannya di pengadilan. Ini kok bisa begini. Padahal kami kan yang punya tanah,” kesalnya.‎

Setali tiga uang, Achmad Mustopa, warga lainnya, menyatakan, persoalan harga ganti rugi ini telah dibahas hingga tujuh kali pertemuan tapi tidak menunjukkan hasil. Perubahan nilai ganti rugi ini tidak pernah ditindaklanjuti. Menurut dia, sistem ganti rugi harus dilakukan dengan layak dan harus menjamin kelanjutan kehidupan pemilik tanah.

“Tapi kenyataannya, yang pernah menjual tanah untuk pembangunan ini kini justru kebingungan. Mereka bisa membeli tanah baru tapi tidak punya uang untuk membagun rumahnya,” terangnya.‎

RW 05 Kelurahan Telaga Asih, kata Achmad, merupakan wilayah administrasi. Mulai dari kantor Kecamatan, Mapolsek hingga Makoramil berada di RW 05. Selain itu, wilayahnya pun berdekatan dengan Jalan Nasional Karawang – Bekasi. “Kemudian dari Recana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Bekasi, wilayah kami termasuk wilayah hijau. Maka tentu wilayah hijau, di dekat jalan nasional dan banyak kantor pemerintahan, tentunya harganya harus menyesuaikan,” pintanya.‎

Dalam kesempatan tersebut, lanjut Achmad, warga telah berkomitmen menolak harga ganti rugi serta menolak semua pekerjaan pembangunan konstruksi tol di wilayahnya sampai tuntutan kenaikan harga ganti rugi ditindaklanjuti. “Kami menuntut nilai harga tanah minimal 7 juta per meter dari semula hanya 1,7-2,9 juta. Kemudian kami menuntut harga rumah atau bangunan minimal itu minimal 4 juta per meter. Kalau nilai uang yang ditetapkan sangat rendah hanya 1,2 juta sampai kurang dari 2 juta per meter,” bebernya.

Sementara itu, Kepala BPN Kabupaten Bekasi, Deni Santo mengaku tidak bisa serta merta mengubah harga ganti rugi tanah. Berdasarkan Undang-undang 2 tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah, harga tanah ditentukan oleh hitungan tim appraisial yang bekerja independen.

Meski demikian, Deni menyarankan warga untuk mengajukan permohonan invetarisasi ulang aset yang dimiliki. “Silahkan ajukan investarisasi ulang secara individu bukan kelompok. Nanti dari situ, akan ada evaluasi. Kami sediakan formulirnya untuk membantu warga,” ucap dia.

Ketua DPRD Kabupaten Bekasi, Sunandar, mendesak BPN menindaklanjuti keluhan warga. Menurut dia, selain bertugas membebaskan lahan, BPN pun harus memperhatikan warga yang statusnya sebagai pemilik lahan. “Harus diperhatikan betul ini bagaimana nasib warga. Jangan sampai karena harga rendah, mereka yang tadinya punya rumah dan tanah justru kebingungan. Jangan sampai terjadi dan kami akan mengawasi kelanjutan persoalan ini,” tandasnya.(ONE)

Be the first to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.


*