Berebut Kursi Panas Cawabup Bekasi

Didit Susilo (Pemerhati Kebijakan dan Pelayanan Publik Bekasi)

Oleh : Didit Susilo (Pemerhati Kebijakan dan Pelayanan Publik Bekasi)

Perebutan kursi kekuasaan memang sering membuat ngiler para politisi, apalagi tidak melalui proses Pilkada yang membutuhkan biaya besar. Itupun belum jaminan menang Pilkada. Dalam pengisian kekosongan Wakil Bupati Bekasi sisa masa Bhakti 2017- 2022, pasca Bupati definitif Eka Supria Atmaja ditetapkan, makin ramai, laris manis menggiurkan. Sudah ada 18 nama dari unsur birokrasi (ASN), politisi, pengusaha, Kades dan bahkan mantan Kades. Lucunya muncul nama nama baru yang selama ini belum pernah muncul ke permukaan mencoba peruntungan. Tidak perlu lagi rumus seperti tarung Pilkada, yaitu popularitas, elektabilitas dan isi tas.

Didit Susilo (Pemerhati Kebijakan dan Pelayanan Publik Bekasi)

Perebutan kursi empuk orang nomor 2 Kab Bekasi ini, agak unik karena bukannya merasa takut di kursi kekuasaan pasca Bupati Neneng Hasanah Yasin menjadi pesakitan KPK. Padahal secara politik sulit ditampik jika untuk mendapatkan rekomendasi koalisi pengusung diperlukan cost politik yang tidak sedikit. Belum lagi loby-loby saat dipilih oleh DPRD. Ditengarai politik transaksional tak terhindarkan, apalagi saat ini yang diperlukan hanya ‘ penerimaan koalisi’ dan ‘jajan politik.’

Kursi Wakil Bupati Bekasi
mengalami kekosongan setelah Wakil Bupati Eka Supria Atmaja ditetapkan menjadi Bupati Bekasi, pasca Bupati Bekasi Neneng Hasanah Yasin (NHY) tersangkut kasus Mega proyek Meikarta.

Bagaimana mekanisme pengisian jabatan Wabub sesuai aturan. Dalam hal ini, bahwa sesuai ketentuan UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota, telah diatur dan ditegaskan.

Mekanisme tersebut, ketika adanya kekosongan wakil kepala daerah, dengan sisa masa jabatan lebih dari 18 bulan, dengan mekanisme apabila kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah berasal dari partai politik/gabungan parpol, maka partai politik/gabungan partai politik menyampaikan 2 (dua) orang bakal calon wakil kepala daerah melalui kepala daerah untuk dilakukan pemilihan oleh DPRD sebagaimana ketentuan dalam Pasal 174 dan 176 UU Nomor 10 Tahun 2016.

Artinya, jumlah partai politik pengusung yang hanya satu ataupun lebih dari satu tetap jumlah yang diusulkan adalah dua nama calon wakil kepala daerah. Proses tersebut melalui mekanisme musyawarah dan mufakat atau mekanisme lain yang disepakati oleh partai politik pengusung. Proses tersebut bisa cepat ataupun lambat kesemuanya tergantung pada political will dan kesepakatan dari partai politik pengusung.
Jika sudah menyepakati 2 (dua) orang maka disampaikan ke DPRD melalui kepala daerah.

Tugas DPRD selanjutnya adalah memilih salah satu dari 2 (dua) orang dari yang diusulkan oleh partai politik pengusung melalui mekanisme yang ada dalam Tata Tertib DPRD mengacu pada Pasal 24 PP 12 Tahun 2018 tentang Pedoman Penyusunan Tata Tertib DPRD.

Kemudian, dalam hal Rapat Paripurna tidak memenuhi quorum sebagaimana amanat Pasal 97 ayat (1) huruf c maka dapat dilakukan penundaan sampai 2 kali sehingga mencapai quorum sebagaimana pengaturan dalam Pasal 97 PP Nomor. 12 Tahun 2018. Selanjutnya jika setelah 2 kali penundaan belum juga quorum maka pengambilan keputusan diserahkan ke pimpinan DPRD dan pimpinan fraksi untuk bermusyawarah mufakat atau dengan mekanisme suara terbanyak memilih salah satu dari dua calon wakil kepala daerah sebagaimana diatur dalam Pasal 97 ayat (7), (8), dan (9) PP Nomor 12 Tahun 2018.

DPRD tidak dapat mengembalikan atau tidak setuju terhadap 2 (dua) orang yang diusulkan oleh partai politik pengusung karena merupakan hak dan otoritas dari partai politik pengusung. Pengembalian salah satu atau dua nama tersebut dapat dilakukan jika salah satu atau keduanya meninggal dunia, sakit permanen, hilang, atau mengundurkan diri. Sehingga DPRD mengembalikan ke partai politik pengusung untuk menggenapkannya.

DINASTI POLITIK

Dalam perhelatan Pilkada 2017 lalu pasangan petahana Neneng- Eka harus habis habisan menghadapi pasangan Saduddin – Ahmad Dhani. Secara riel politik Neneng yang petahana harus mengeluarkan biaya besar untuk memenangkan pilkada. Neneng dianggap yang paling ‘ berkeringat’ dalam membesarkan Golkar dan merebut tapuk kepemimpinan di Kab Bekasi. Itu belum dihitung dari awal proses Pilkada hingga tahapan pilkada berjalan dan star pencitraan yang tentunya lebih panjang.

Neneng juga yang memiliki strong politik dalam pembentukan koalisinya. Tentunya juga dibutuhkan cost politik yang tidak sedikit. Karena Neneng petahana yang masih menjabat langkah politik itu mulus dan lancar.

Dalam dinasti politik secara tidak langsung, Neneng ikut andil mengantarkan adik kandungnya, Novi Yasin duduk di DPRD Kab Bekasi dan suaminya, Almaida Putra di kursi DPRD Jabar.

Saat ini Tuti Nurcholifah Yasin adik kandung NHY yang gagal nyaleg DPR RI, juga ikut mendaftar. Semula adik kandung NHY yang lebih dulu terjun ke politik, Novi Yasin digadang gadang ikut bertarung. Anggota DPRD itu juga kepilih lagi dalam pinleg lalu, sehingga dianggap sudah matang dalam politik. Entah alasan Tuti gagal nyaleg atau alasan lain, pihak keluarga besar NHY mendorong Tuti maju.

Secara riel politik, Tuti memiliki kans yang besar dan akan meneruskan dinasti politik NHY. Apakah NHY dibalik jeruji besi akan diam dan masa bodoh. Dalam hitungan politik pastinya tidak, NHY akan mendesain demi mulusnya jalan adiknya merebut kursi wabup. Pengaruh dan loby politiknya secara emosional masih mengakar. Tentu dengan berbagai argumen yang masuk akal seperti mempunyai ‘keringat’ politik, trah politik dan Bupati saat ini Eka sedikit banyak karena peran NHY memuluskan langkahnya ke tampuk kepemimpinan.

Bupati Eka yang juga Plt Ketua DPD Partai Golkar Kab Bekasi, dalam perpolitikan pasti juga tersandera karena ikatan emosional dengan keluarga besar NHY. Tapi dalam politik dinamika pasti terjadi dan bisa berubah per detik.

Dari internal kader Golkar yang juga membuka peluang yaitu Siti Aisyah, putri mantan Walikota Bekasi Ahmad Zurfaih. Kakak ipar Gubernur Jabar Ridwan Kamil ini ikut maju pasca gagal nyaleg DPR RI. Siti Aisyah termasuk kader yang mumpuni dan memiliki peran penting dalam Golkar Jabar.

Untuk calon lain juga memiliki kans sama terutama dari birokrat agar dalam tata kelola pemerintahan mendatang bersih dari korupsi meskipun tidak ada jaminan. Juga calon dari lintas parpol dan kalangan pengusaha.

Menurut sumber, tim pansel akan mengerucutkan 3 nama untuk dikirim ke DPD Golkar Jabar dan dimintai persetujuan DPP Golkar untuk direkomendasikan 2 nama. Dari proses itu yang memiliki political will pasti internal kader Golkar itu sendiri. Apakah calon yang akan mendapatkan rekomendasi akan berlaku ‘ wani piro’ atau mahar politik?. Mungkin hanya kalangan politik yang bisa menjawab secara jujur. Setidaknya dalam istilah politik tidak ada makan siang gratis.

AROMA PASCA PILPRES

Tim pansel pasti akan ngebut, jangan sampai terlewati bulan Agustus. Sebab Agustus ke 50 anggota DPRD sudah dilantik tentu dengan komposisi dan konfigurasi yang jauh berbeda. Diharapkan, 2 cawabup dipilih oleh ke 50 anggota DPRD periode yang lalu. Hampir separuhnya tidak lagi duduk di periode mendatang.

Jika dipilih oleh anggota DPRD periode lalu konfigurasi masih bisa diharapkan karena komposisi koalisi pilkada yang signifikan. Tapi jika molor dan harus dipilih para dewan baru, konfigurasi akan berubah gratis dan dimungkinkan kekuatan koalisi parpol pasca Pilpres akan menaikan tawar menawar politik. Belum tentu cawabup yang direkomendasikan nomor satu akan otomatis menang begitupun sebaliknya. Pertarungan sejatinya tetap di DPRD karena one man one vote sehingga diperlukan sedikitnya 26 suara.

Publik tetap berharap Cawabup yang muncul tokoh yang memiliki integritas , bersih dari korupsi, pekerja keras dan visioner. Publik juga berharap pemilihan jauh dari politik transaksional dan mahar besar. Karena untuk mengatasi problematika Kab Bekasi terkait pengangguran, kemiskinan, ketimpangan industrial- permukiman, dan buruknya infrastruktur diperlukan sosok yang berani dan bersih untuk menuju Kabupaten Bekasi Baru dan Bersih. SEMOGA.

KANDIDAT CAWABUP
1. Dadang Mulyadi (mantan Sekda)
2. Juhandi (Ada II)
3. Siti Qomariah (mantan Kades/ Golkar)
4. Komarudin Ambarawa (Kades Karang Baru)
5. Dadan Setiawan (birokrat)
6. Muhajirin (birokrat)
7. Muhtada Sobirin (Golkar)
8. M Amin Fauzi (Golkar)
9. Iip Sarif Bustomi (Golkar)
10.Ayu Dwi Bestari (Hanura)
11. Tuti Nurcholifah Yasin (Golkar)
12. Siti Aisyah (DPD Golkar Jabar)
13. Adi Budi Hartono (Nasdem)
14. Anwar Musaddad (PPP)
15. Ahmad Marjuki (pengusaha)
16. Obing Fachrudin ( Kadin)
17. Rahmat Sori Alam (profesional )
18. Dahim Aris (NU)

KOALISI PENGUSUNG PILKADA NENENG – EKA 2017
1. Partai Golkar (10 kursi)
2. PAN (3 kursi)
3. PPP (3 kursi)
4. Nasdem ( 3 kursi)
5. Hanura ( 2 kursi)

KOMPOSISI KURSI PINLEG 2014
1. PDIP ( 8 kursi)
2. Gerindra ( 7 kursi)
3. PKS ( 5 kursi)
4. Demokrat (5 kursi)
6. PKB ( 1 kursi)
7. PBB ( 1 kursi)

PROSES PENJARINGAN CAWABUP
1. Koalisi pengusung Pilkada yang digawangi Golkar melakukan verifikasi administrasi, fit propertest, dan visi misi.
2. Koalisi mengajukan dua calon kepada Bupati untuk dipilih dalam rapat paripurna DPRD.
3. Tim DPRD melakukan tahapan proses pemilihan dan jadwal pemilihan.

Be the first to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.


*