CIKARANG PUSAT - Komitmen pemberantasan korupsi ternyata terbentur ketersediaan anggaran. Terbatasnya anggaran memaksa para penegak hukum menunda mengungkap perkara. Alhasil, perkara pun dipendam pada proses penyelidikan, karena tidak ada biaya untuk menggelar penyidikan. Hal tersebut diakui Kepala Kejaksaan Negeri Kabupaten Bekasi, Risman Tarihoran, usai menggelar peringatan Hari Anti Korupsi Internasional (HAKI), Jumat (8/12).
Risman mengaku, proses pengungkapan perkara hanya dapat dilakukan sesuai anggaran yang disetujui. Seperti halnya pada Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) 2017 yang hanya disetujui untuk satu penyidikan perkara. “Tahun 2017 hanya satu perkara yang disetujui, saya malu bilangnya, nilai anggaranya Rp 100 juta. Jadi kami bekerja sesuai perkara yang disetujui. Kami juga tidak memaksakan banyak perkara, malah akan menjadi temuan di akhir tahun oleh Badan Pemeriksa Keuangan, biaya dari mana itu penyidikan, kan hanya satu yang disetujui,” ujar Risman saat konferensi pers usai peringatan HAKI di Kantor Kejari Kabupaten Bekasi.
Ia mengatakan, Rp. 100 juta itu untuk anggaran penyidikan. Kemudian anggaran untuk penyelidikan senilai Rp. 50 juta, penuntutan Rp. 88 juta serta anggaran eksekusi Rp. 1,2 juta. Karena keterbatasan anggaran tersebut, diakui Risman, tidak semua perkara yang tengah diselidiki dapat ditingkatkan menjadi penyidikan. “Maka dari itu kami memilih untuk mematangkan dulu di tahapan penyelidikan. Untuk pengungkapan perkara sendiri memang kami harus memiliki strategi-strategi khusus agar pengungkapan kasus pidana khusus ini tetap berjalan,” jelasnya.
Risman menambahkan, persoalan anggaran pun tidak hanya terjadi di kejaksaan melainkan pada instansi audit keuangan. “Saat ini kami telah menyelidiki perkara tindak pidana korupsi Bank Tabungan Negara. Kami mengajukan perhitungan kerugian negara ke BPKP. (Kemudian) BPKP Bandung tidak lagi ada anggaran untuk melakukan penghitungan anggaran, untuk turun ke Kabupaten Bekasi. Kemudian kami bersurat resmi, kami minta tolong hitung (kerugian negara nanti pada perkara tersebut) nanti kami biayai,” terangnya.
Langkah tersebut, lanjut dia, dilakukan agar proses pengungkapan perkara tetap berjalan. Kejaksaan akhirnya membiayai proses penghitungan dengan anggaran hasil ‘subsisi silang’. “Mereka (BPKP) bersurat pada Pusat apa boleh dibiayai oleh Kejaksaan, ternyata boleh. Maka kami biayai, kami gunakan dana dari penyidikan kami. Jadi itu namanya bersinergi,” terangnya.
Masih Risman, kendati terbentur anggaran, semangat memberantas korupsi tidak terganggu. Ketika penindakkan terhambat, Kejaksaan lantas gencar melakukan pencegahan melalui pendampingan pada instansi pemerintahan. “Maka kami selama ini sudah berupaya pencegahan dini, bahkan kejaksaan sudah berupaya mencegah sejak dalam pembahasan APBD. Kami berkoordinasi dengan tim anggaran dan DPRD supaya beliau lebih mengkritisi ajuan APBD. Akan lebih baik mereka juga melakukan pengecekan harga dengan yang sebenarnya serta mememastikan APBD itu sudah pasti untuk kesejahteraan masyarakat atau tidak,” bebernya.
Kasipidsus Kejari Kabupaten Bekasi Angga Dhielayaksa menambahkan, kaitan anggaran, pihaknya bekerja berdasarkan anggaran yang tersedia, namun juga harus dapat mengatur anggaran tersebut sehingga praktik korupsi bisa terungkap.
Dalam kesempatan tersebut, Kejaksaan mengklaim telah berhasil mengembalikan kerugian negara hasil korupsi dengan nilai mencapai Rp. 3.927.543.646. Jumlah tersebut didapat dari tujuh perkara yang berhasil diungkap. Meski begitu, Kejaksaan saat ini masih menyelidiki satu kasus korupsi tentang penyalahgunaan alokasi dana desa di Cikarang Utara. Kemudian, Kejaksaan pun kini tengah menyidik kasus korupsi pemberian bantuan kredit BTN. Hanya saja, Kejaksaan belum dapat menetapkan tersangka karena jumlah kerugian negara masih dihitung oleh BPKP.(ONE)
Leave a Reply