Bekasi- Diduga karena kepentingan pengembang besar Pemerintah Kota Bekasi menelantarkan warganya yang sudah puluhan tahun tinggal di lahan negara milik Kementerian PUPR. Padahal warga menempati lahan itu bukan secara ilegal tapi memiliki surat ijin penempatan lahan sementara (SIPLS).
Tidak itu saja, disinyalir juga Pemkot Bekasi yang dipimpin Walikota Rahmat Effendi yang akrab disapa Pepen bekerja sama dengan oknum di Perum Jasa Tirta (PJT) II untuk memuluskan penguasaan lahan milik negara itu dengan dalih merubah fungsi menjadi jalan lingkungan.
“Dugaan saya ada kepentingan pengembang besar di setiap aksi penggusuran di 34 titik di Kota Bekasi. Seperi di kelurahan Pejuang, di samping Summarecon yang sudah menjadi akses jalan Summarecon. Dan di Pekayon Jaya-Jatiasih yang bersebelahan dengan perumahan elite Grand Galaxi City. Dan dipastikan menjadi akses jalan perumahan milik grup Agung Sedayu itu,” beber Nico Godjang, Wakil Ketua DPC PDI Perjuangan Kota Bekasi.
Dugaan lainnya, lanjut Nico adalah untuk memenuhi ruang terbuka hijau (RTH). Karena itu, Nico pun mengaku sangat menyesalkan karena RTH justru banyak yang dicaplok pengembang besar untuk dikomersilkan lagi. Seperti perumahan Kemang Pratama, Harapan Indah dan pengembang lainnya.
“Kalau Pemkot mau jujur, ayo kita sama-sama cek di Kemang Pratama itu, kita cek di Galaxy City. Apakah fasos dan fasumnya 40 persen dari luas lahan pengembangan perumahan? Lantas, kok bukan itu yang ditertibkan walikota? Kok malah tanah negara yang diurus sampai korbankan warga kecil?” Ketus Nico dengan nada kecewa.
Nico pun mengajak semua stakeholder untuk sama-sama mengontrol pembangunan di Kota Bekasi yang banyak mengorbankan rakyat kecil. Sementara, lanjut dia, pengembang yang caplok tanah daerah justru dibiarkan.
“Bukan hanya perumahan, pembangunan hotel dan apartemen pun tidak memperhatikan aturan. Coba kita cek, Hotel Aston, Amarossa, Giant itu. Mana fasos fasum mereka? Apakah sudah sesuai dengan aturan? Berani tidak walikota bongkar bangunan milik pengembang itu? Saya tantang Pepen untuk buktikan itu. Jika Pepen tidak bongkar bangunan pengembang yang langgar aturan, saya minta aparat hukum bertindak, karena tentunya ada sesuatu,” tantang Nico.
Nico meminta agar penggusuran di lahan milik Negara itu dihentikan sebelum warga yang sudah menetap puluhan tahun itu direlokasi. “Kami juga meminta agar DPRD Kota Bekasi membentuk Pansus guna menyelidiki kasus gusuran sekaligus menginventarisir lahan Pemkot yang dicaplok pengembang, serta merekomendasi bangunan hotel, apartemen yang melanggar dibongkar. Kamo tidak anti pembangunan. Kami mendukung pembangunan. Ini biar hukum dan aturan itu berlaku adil,” tegasnya mengkritik kebijakan Pemkot.
Sementara, Tumanggor, korban gusuran saat aksi damai meminta keadilan, Senin (14/11/2016) lalu mengaku kecewa dengan kebijakan Walikota Bekasi. Pria pensiunan Polri ini hanya meminta Rahmat Effendi mencontohi kebijakan Gubernur DKI Basuki Cahaya Purnama (Ahok) yang merelokasi warga bantaran kali sebelum ditertibkan.
“Kami tahu jika lahan yang kami tempati adalah milik negara. Kami siap tinggalkan. Hanya kami meminta Pemkot sebagai pengayom kami merelokasi kami. Kami sudah 25 tahun menempati lahan di Pekayon Jaya, Bekasi Selatan dengan membayar sewa kepada PJT II. Kenapa kami diusir seperti binatang? Kami terpaksa tidur diemperan kuburan karena kami tidak punya uang untuk ngontrak rumah. Tolong kami, kepada siapa lagi kami harus mengadu,” tutur Tumanggor, salah satu korban gusuran di Pekayon Jaya. (Tim)
Leave a Reply