Aktivis 98 Sebut Pepen Penista Manusia

*Desak Jembatan Akses GGC Agung Sedayu Dibongkar
BEKASI TIMUR- Ribuan massa dipastikan akan melakukan aksi unjuk rasa di Kantor Walikota Bekasi, Jalan A.Yani, Bekasi Selatan, Selasa (21/03/2017). Massa unjuk rasa adalah gabungan aktivis Gerakan Nasional 98, Prodem, warga korban gusuran dan para sopir angkutan umum yang trayeknya dialihkan Walikota Bekasi Rahmat Effendi. Massa meminta agar Walikota Bekasi Rahmat Effendi lebih memiliki hari nurani, bukan sekedar tebar pesona hanya karena kembali ingin maju pada Pilkada Kota Bekasi 2018.

“Jangan tebar pesona seolah memperhatikan warga. Tapi, ternyata tidak memiliki hati nurani. Kami ditelantarkan sudah 4 bulan. Rumah kami didoser, diratakan tapi tidak ada solusi dari Pemkot Bekasi. Kami diusir seperti binatang, kami minta keadilan. Jangan hanya warga kelas atas saja yang diperhatikan, tapi kami yang orang kecil ini ditindas,” ujar salah satu warga korban gusuran di Jakasetia, Pekayon, Bekasi Selatan yang hanya 50 meter dari kediaman pribadi Pepen, sapaan akrab Rahmat Effendi.

Sementara itu, pentolan Aktivis 98 Anton Aritonang mengaku geram dengan sepak terjang Rahmat Effendi, Walikota Bekasi yang dinilainya hanya bisa tebar pesona.

“Masyarakat jangan tertipu dengan gaya pemimpin yang sukanya tebar pesona saja. Namun, kerjanya sama sekali nol besar. Bagaimana bisa dipercaya pemimpin seperti ini, kalau warganya saja ditelantarkan tanpa solusi. Saya katakan jika Pepen ini sama saja menistakan manusia,” tegas Anton dengan lantang.

Dilanjutkan Anton, pemimpin yang baik adalah pemimpin yang mengayomi rakyatnya, bukan justru menelantarkan. Apalagi jika rakyat kecil ditelantarkan untuk kepentingan kapitalis.

“Ini diskriminasi dan penistaan manusia. Coba anda lihat di Pekayon itu. Warga digusur karena menempati tanah milik PUPR. Sementara di tempat yang sama jembatan akses Grand Galaxi City milik Agung Sedayu dibiarkan tetap berdiri kokoh, padahal berada di atas lahan PUPR. Apa ini bukan diskriminasi? Apa bukan penistaan manusia?” ketusnya dengan nada keras.

Anton berjanji akan terus memperjuangkan nasib warga korban gusuran hingga hak-hak warga dipenuhi Pemkot. Bahkan, Anton mendesak agar jembatan milik Agung Sedayu itu harus dibongkar karena berada di atas lahan PUPR.

“Yang pertama manusiakan warga korban gusuran. Kedua, kami mendesak agar Pemkot membongkar jembatan GGC itu,” ungkapnya.

Tidak hanya korban gusuran, Anton juga geram dengan kebijakan Walikota Bekasi yang merubah trayek angkutan umum, dan mengijinkan bajai beroperasi di Kota Bekasi yang padat dan macet.

“Kok trayek Help dan angkot yang dirubah? Dan justru Bajai dilegalkan beroperasi di Bekasi? Ini ada apa? Bukan mengurangi kemacetan, tapi justru menambah kemacetan. Ini perlu diusut juga, ada apa antara pengusaha Bajai dengan walikota?” ujarnya menduga.

Sementara hingga saat ini Walikota Bekasi Rahmat Effendi belum bisa dihubungi terkait dengan kebijakannya yang disesalkan banyak pihak. (TIM)

Be the first to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.


*