Rieke : Usut Tuntas Kematian Debora, dan Tindak Tegas Rumah Sakit Nakal

Rieke Diah Pitaloka

JAKARTA – Bayi Tiara Debora Simanjorang (4 bulan) peserta BPJS meninggal dunia diduga terlambat mendapat penanganan di ruang gawat darurat bayi PICU (Pediatric Intensive Care Unit) dari RS Mitra Keluarga Kalideres, Jakarta Barat.

Akibat orang tua belum membayar kekurangan uang muka, hal ini pun tampak disesali oleh Anggota DPR RI FPDI Perjuangan, Rieke Diah Pitaloka.

Menurutnya, tindakan rumah sakit tidak segera memasukkan dan merawat pasien di ruang PICU sesuai indikasi medis karena faktor biaya sehingga menyebabkan pasien meninggal dunia adalah kebijakan tidak manusiawi dan melanggar hukum.

Kebijakan rumah sakit diduga melanggar berbagai Peraturan Perundang-undangan yakni UU 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional Pasal 23 Ayat 2.

“Dalam keadaan darurat, pelayanan dapat diberikan pada fasilitas kesehatan yang tidak menjalin kerja sama dengan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial ,” kata Rieke kepada wartawan, Senin (11/9).

Selain itu, lanjut mantan anggota Pansus UU BPJS priode 2010-2011, bahwa secara jelas sudah dijelaskan dalam UU Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan Pasal 32 ayat 1 dan 2 dan Pasal 190 ayat 1 dan 2 sebagaimana Pasal 32 ayat 1 dan 2.

“Dalam keadaan darurat, fasilitas pelayanan kesehatan, baik pemerintah maupun swasta, wajib memberikan pelayanan kesehatan bagi penyelamatan nyawa pasien dan pencegahan kecacatan terlebih dahulu, serta dilarang menolak pasien dan atau meminta uang muka,” papar Rieke

Tak hanya itu saja, diterangkan pula pada pasal 190 ayat 1 menerangkan bahwa pimpinan fasilitas pelayanan kesehatan dan/atau tenaga kesehatan yang melakukan praktik atau pekerjaan pada fasilitas pelayanan kesehatan yang dengan sengaja tidak memberikan pertolongan pertama terhadap pasien yang dalam keadaan gawat darurat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (2) atau Pasal 85 ayat (2).

“Perlu kita ketahui kejadian tersebut dapat dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan denda paling banyak Rp.200 juta,” terang Rieke.

Sedangkan diterangkan dalam pasal 190 ayat 2, yang menyebutkan bahwa dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan terjadinya kecacatan atau kematian, pimpinan fasilitas pelayanan kesehatan dan/atau tenaga kesehatan.

“Pelaku tersebut dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp.1 miliar,” tandas Rieke

Lebih lanjut, Rieke berkata, guna merujuk kasus kematian bayi Debora membuktikan pelayanan kesehatan di rumah sakit masih buruk dan masih banyak rumah sakit nakal. Hingga kini, kata Rieke, belum ada sistem yang baik sehingga dapat memastikan perlindungan pasien.

Dengan perkembangan terakhir jumlah peserta BPJS Kesehatan 180.772.917 oleh sata per 1 September 2017. Masih dari itu, pemerintah harus lebih serius dan sunguh-sungguh dalam melakukan pengawasan terhadap rumah sakit termasuk rumah sakit swasta.

“Sehubungan dengan kasus bayi Debora, maka saya menyampaikan rekomendasi mendesak Badan Pengawas Rumah Sakit (BPRS) dan Dinas Kesehatan DKI agar melakukan investigasi dan mengusut tuntas kasus bayi Debora,” ucapnya.

Agar tak terulangnya kasus ini kembali, Rieke juga mendesak aparat penegak hukum memproses pidana pelanggaran yang dilakukan rumah sakit, dan untuk penyelenggara kesehatan dalam hal ini BPJS agar memperluas kerjasama dengan rumah sakit swasta.

“Saya meminta kepada Kementerian Kesehatan agar menertibkan rumah sakit nakal dan menerbitkan peraturan semua rumah sakit termasuk rumah sakit swasta wajib bekerja sama dengan BPJS Kesehatan dan tidak boleh menolak pasien,” pungkas Rieke. (GUN)

Be the first to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.


*