Retribusi Parkir Jeblok, Parkir Meter Jadi ‘Topeng’

Bekasi timur – Hasil sementara evaluasi Pendapatan Asli Daerah (PAD) Dinas Perhubungan (Dishub) Kota Bekasi dinilai gagal meraih target pajak retribusi parkir di tahun 2016. Dari target sebesar Rp 1,6 miliar pada tahun 2016, perolehan pajak parkir baru mencapai 323 juta rupiah atau sekitar 21 persen dari target yang diusulkan dalam Badan Anggaran (Banggar) tahun 2015 lalu sebesar 1,6 miliyar rupiah.

“Saya tidak menambahi apalagi mengurangi pendapatan hasil PAD parkir tepi jalan umum hingga 1 Desember kemarin baru mencapai 323.821.500 rupiah atau sama dengan 20,24 persen.”ungkap Anggota Komisi C DPRD Kota Bekasi Enie Widhiastuti, belum lama ini.

Menurut Politisi PDI Perjuangan ini yang juga anggota Badan Anggaran (Banggar) DPRD Kota Bekasi, pihak Dishub sendiri melaporkan hasil PAD parkir tepi jalan umum sebesar 1,4 miliyar rupiah, tentu saja ini membuat bingung. Pasalnya Dishub Kota Bekasi menambahkan sebesar 1,4 miliar dari pendapatan parkir meter yang kemudian digabungkan dengan pendapatan parkir tepi jalan sebesar 323.821.500 rupiah.

“Khusus untuk PAD parkir tepi jalan umum di targetkan 1,6 sampai 1 des baru mencapai 323.821.500 rupiah, artinya sama dengan 20,24 persen, saya bingung sudah 1,4 miliar, ternyata yang 1 miliar 50 juta itu hasil dari parkir meter,”tuturnya.

Enie menambahkan, kalau PAD tersebut dicampur dengan hasil parkir meter tentunya salah, karena kalau parkir tepi jalan umum masuk ke dalam retribusi dan aturan Perdanya 1×24 jam harus di setorkan, sedangkan parkir meter masuknya ke dalam pajak daerah dan harus disetorkan ke Dinas Pendapatan Daerah (Dispenda).

“dimasukkan di parkir meter menurut kami itu salah karena parkir meter itu mau masuk di mana? dia mau masuk di retribusi? kalau retribusi itu di aturan perda 1 x 24 jam, dan itu harus setor tiap hari retribusi, tapi kalau parkir meter masuk pajak dia harus setor ke Dispenda, saat ini selama sekian tahun parkir meter ujicoba itu masuk di PAD lain lain yang sah. Yang namanya PAD lain lain yang sah, tidak boleh langsung ditempel di Dishub,” jelasnya.

Parkir Meter itu, sambung Enie, tidak mempunyai target capaian karena ia dimasukkan ke dalam PAD lain lain yang sah. Dan tentunya, kata dia, tidak secara otomatis langsung dimasukkan di parkir tepi jalan umum. Parkir meter dilaporkan setiap bulannya, tidak sama dengan parkir tepi jalan umum yang harus di laporkan setiap harinya.

Enie juga menyinggung pernyataan Walikota Bekasi Rahmat Effendi, yang mengatakan parkir meter dilakukan untuk menambah PAD pemerintah Kota Bekasi dengan pembagian hasil 30 persen untuk pihak ketiga dan 70 persen untuk PAD, menurut Enie yang dijual oleh Parkir Meter adalah sistemnya, tetapi realisasi di lapangan yang terjadi adalah sekarang yang digunakan karcis yang berikan tanpa korporasi dan pengawasan.

“Dulu yang dikatakan walikota merangkul parkir meter itu kan dengan asumsi menambah PAD, kemudian di MoU ada 30 pihak ketiga, 70 PAD, tapi yg dijual parkir meter kan sistemnya. namun sekarang yang dipakai semua karcis, karcis diberikan tanpa korporasi, siapa yang mengawasi, siapa yang yakin tiap bulan pasti 100 juta. Sama dong dia dengan parkir jalanan. Harus ada ketegasan dari walikota, saya minta walikota untuk segera masa ujicoba sekian tahun gak selesai selesai ini memberi ruang untuk parkir meter semakin lama tidak pada jalur yang tepat.

Komisi C meminta agar Walikota Bekasi segera menegaskan PAD Parkir Meter ini dimasukan ke dalam Retribusi atau Pajak.
“Harusnya dia (walikota) jangan acuhkan 1,6 Miliyar, ini akan menjadi rancu, saran kami segera lelang dan umumkan titik titik yang akan dijadikan parkir meter, serta pertegas ini retribusi atau pajak,” tutupnya.(TIM)

Be the first to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.


*